POSISI PERJUANGAN DAN TUNTUTAN MASYARAKAT ADAT PUBABU
- Bahwa Hutan Kio bagi kami masyarakat adat di Amanuban sangatlah berharga dan tidak bisa terpisahkan dari kehidupan kami sebagai masyarakat adat. Dalam bahasa kami, nai kio lanane hai alat, nais kio lanane on be,am nai yang berarti hutan larangan adalah adat kami, hutan adalah leluhur kami. Karena itu kami merasa terluka apabila hutan Kio kami dirusak atau dihancurkan. Bukan hanya itu saja, kami juga merasa bersalah terhadap leluhur kami kalau membiarkan pengerusakan dan penghancuran terus terjadi. Oleh karena itu kami akan berjuang sampai kapanpun apabila hutan Kio kami dirusak atau tidak diakui. Atas tanggungjawab adat itulah kami berjuang melawan segala bentuk pengrusakan dan penghancuran hutan kio.
- Bahwa perjuangan masyarakat sesungguhnya adalah melawan segala proses pembangunan yang merusak hutan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah provinsi terutama terkait program GERHAN yang dimulai tahun 1987 sampai 2008. Dari 2003 hingga 2008 total keseluruhan luas hutan yang telah dirusak melalui program tersebut adalah 1.050 ha. Hal itu ditandai dengan pemberian mandat oleh Ikatan Tokoh Adat Pencari Keadilan dan Kebenaran bertanggal 15 Desember 2008, untuk melaporkan, memperoleh penjelasan tentang kasus pengerusakan (pembabatan, pencurian kayu dan pembakaran) di hutan adat Pubabu-Besipae secara liar dan kasus dugaan KKN yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang merugikan negara dan masyarakat setempat. Oknum-oknum tersebut diduga dari pihak Dinas Kehutanan setempat.
- Bahwa salah satu hasil perjuangan dari ITA PKK pada tanggal 06 April 2011 Komnas HAM Republik Indoonesia mengeluarkaan surat dengan Nomor 873/K/PMT/IV/2011 perihal permasalahan hutan masyarakat adat Pubabu-Besipae di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dengan isi surat :
-
- Menjaga agar situasi aman dan kondusif di dalam masyarakat dan menghindari adanya intimidasi sampai adanya solusi penyelesaian masalah tersebut.
- Menjaga agar kawasan hutan tetap lestari
- Menghentikan untuk sementara kegiatan Dinas Peternakan Prov.NTT dan Dinas Kehutanan Kabupaten Timor Tengah Selatan di lahan bermasalah sampai ada penyelesaian
- Bahwa komnas HAM akan menindaklanjuti pengaduan ini dengan melakukan pemantauan ke lokasi dan atau melakukan upaya mediasi para pihak.
- Bahwa pada tanggal 09 November 2012 KOMNAS HAM Republik Indonesia mengeluarkan surat dengan nomor 2.720/K/PMT/XI/2012,perihal permasalahan hutan masyarakat adat Pubabu-Besipae di Kabupaten Timor Tengah selatan yang isi suratnya:
- Mengembalikan lahan pertanian yang dipinjam Dinas Peternakan Prov.NTT yang berakhir pada tahun 2000 kepada masyarakat untuk dikelola demi menghidupi keluarganya.
- Mengevaluasi UPTD Prov.NTT dan Program Dinas Peternakan yang melibatkan masyarakat, dimana pada kenyataannya program tersebut tidak mengembangkan masyarakat tetapi justru membebani masyarakat.
- Bahwa di tengah perjuangan ITA PKK pada 2013, pemerintah Provinsi justru mengeluarkan sertifikat hak pakai dengan nomor 00001/2013-BP.794953 tanggal 19 Maret 2013 dengan luas area 800.000 M2 sebagai dasar atas kepemilikan hutan adat Pubabu yang kemudian memicu konflik semakin memanas karena pada 2011 ITA PKK telah mengirimkan pembatalan surat perpanjangan kontrak dengan Dinas Peternakan Provinsi NTT (lihat foto 1)

(Foto 1)
- Bahwa melihat awal mula perjuangan masyarakat/masyarakat adat tentang hutan adat mereka yang rusak parah akibat kebijakan pemerintah, maka hingga sampai saat ini masyarakat adat tetap konsisten untuk memperjuangkan hutan adat mereka agar diakui dan tidak dirusak lagi oleh pemerintah atas nama pembangunan.
- Bahwa keberadaan masyarakat adat di kawasan Besipae merupakan bagian dari upaya masyarakat adat untuk mengklaim kembali (mengelola) kawasan hutan adat sampai perjuangan mereka untuk pengakuan hutan adat dan upaya mereka untuk menghentikan proses pengerusakan hutan yang telah terjadi bertahun-tahun. Karena bagi masyarakat adat Amanuban, hutan Kio adalah bagian yang melekat (harus ada) dalam tata kelola sumber daya alam Amanuban.
- Bahwa masyarakat yang semula berjuang untuk melindungi hutan adat mereka justru semakin dibebani dengan terbitnya sertifikat hak pakai tahun 2013 yang oleh masyarakat adat ITA PKK dilakukan secara sepihak dan isi dari sertifikat tersebut juga bermasalah.
- Bahwa masyarakat tetap memperjuangkan hak-hak masyarakat adat yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah Provinsi (hak-hak yang dicaplok dalam sertifikat) di tengah perjuangan utama mereka tentang pengakuan kembali Hutan Kio dan penghentian pengerusakan hutan adat mereka.
Melihat awal mula dan proses perjalanan perjuangan masyarakat adat yang dimandatkan oleh ITA PKK, maka tuntutan masyarakat adat adalah:
- Mengembalikan dan menetapkan adanya kawasan hutan Kio Pubabu yang merupakan kewajiban kami sebagai masyarakat adat yang ditentukan lewat musyawarah adat di Amanuban umumnya dan Pubabu, khususnya
- Mencabut sertifikat hak pakai tahun 2013
- Mengakui dan mengembalikan hak-hak masyarakat adat yang telah dicaplok lewat sertifikat hak pakai tahun 2013
- Masyarakat tetap tinggal di kawasan Besipae dan pemerintah boleh melakukan program dengan catatan telah mencabut sertifikat hak pakai 2013 dan telah duduk bersama dengan seluruh komponen masyarakat adat Amanuban umumnya dan Pubabu pada khususnya.
- Meminta Gubernur dan DPRD NTT membentuk Tim Pencari Fakta bersama masyarakat, menindaklanjuti keberatan ITA PKK atas program Instalasi Peternakan Besipae sebagaimana yang pernah diajukan pemberitaan di media Pos Kupang pada tanggal 22 Mei 2017 Halaman 6, yang bertema “PAD MENGALAMI PENINGKATAN DRASTIS” dan secara khusus klaim pemerintah terhadap lahan pengembangan peternakan seluas 3.784 HA, dan jumlah ternak dalam pedok 37 ekor dan mitra 300 lebih ekor”, hal ini sangat tidak benar bahwa pengembangan peternakan tidak ada lagi secara khusus di Pubabu Besipae, Desa Linamnutu. ITA PKK menduga ada praktek KKN dalam program tersebut karena fakta di lapangan tidak sesuai dengan pemberitaan..
Dari tuntutan tersebut, masyarakat adat selalu bersedia berdialog untuk segera menyelesaikan persoalan ini bersama dengan pemerintah dan tokoh-tokoh adat di Amanuban serta lembaga lembaga independen (hal ini sebenarnya sudah dilakukan ITA-PKK dari awal perjuangan masyarakat dengan mendatangi lembaga-lembaga Negara seperti; DPRD Provinsi, Pemerintah Provinsi, Komnas HAM dan lembaga lainnya).
Masyarakat adat lewat ITA PKK meminta kepada pemerintah untuk menghentikan segala upaya paksa, intimidasi, kriminalisasi maupun adu domba kepada masyarakat adat yang berjuang selama ini. ITA PKK telah merasakan selama bertahun-tahun proses kekerasan yang dilakukan oleh Negara.
Tim Kuasa Hukum Pubabu
Tim Kuasa Hukum Masyarakat Adat Pubabu membenarkan point ke 8 dari Posisi Perjuangan Masyarakat Adat Pubabu bahwa sertifikat yang dikeluarkan pada tahun 2013 memang bermasalah. Adapun temuan kejanggalan yang ditemukan oleh Tim Kuasa Hukum Masyarakat Adat Pubabu dalam sertifikat tersebut;
- Ketidaksesuaian data fisik, data yuridis dan surat ukur Nomor 00001/Mio/1983
- Lokasi yang tertulis di sertifikat adalah Desa Mio Kecamatan Amanuban Tengah padahal lokasi tersebut berada di Kecamatan Amanuban Selatan (lihat Foto 2).

Foto 2
- Poin Asal Hak dalam sertifikat yang harusnya dicantumkan ternyata kosong (Lihat Foto 3)

Foto 3
Atas hal tersebut, Tim Hukum Masyarakat Adat Pubabu mempertanyakan kenapa sampai saat ini Pemerintah Provinsi tidak memberi klarifikasi temuan-temuan masyarakat terkait sertifikat yang menjadi akar permasalahan dari konflik ini.
WALHI NTT
Menanggapi poin-poin yang disampaikan oleh Masyarakat Adat Pubabu, WALHI NTT meminta;
Pertama, Pemprov untuk melihat arah perjuangan warga terkait Hutan Kio karena hutan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat adat.
Kedua, persoalan ini adalah persoalan lama yang dari rezim sebelumnya tidak diselesaikan, seharusnya Pemprov yang sekarang bisa menyelesaiakan persoalan ini dengan mengedepankan pendekatan humanis dan kultural yang partisipatif.
Kupang, 06 September 2020
Narahubung:
Niko Manao (Masyarakat Adat Pubabu); 081246638145
Ahkmad Bumi (Koordinator Tim Kuasa Hukum Masyarakat Adat Pubabu); 082130300096
Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi (Direktur WALHI ED NTT);081215535456
Video Konferensi Pers dapat ditonton pada link berikut : https://youtu.be/LbfPaqf1Ibo