Perempuan Poco Leok yang Melawan
Kesadaran kritis untuk melakukan penolakan terhadap wacana pengembangan pembangunan geothermal ke Poco Leok oleh kelompok perempuan di Poco Leok terbentuk dengan sendirinya.
Dengan penuh kesadaran mereka ikut menyuarakan penolakan terhadap pembangunan geotermal tersebut sebagai upaya untuk menjaga apa yang dimilikinya saat ini.
Sementara di sisi lain, pemerintah hadir dengan cara merayu warga setempat untuk menjual tanahnya.
Seperti yang dilakukan Sekretaris Camat, Mikhael Ojang. Dalam video beredar, Mikhael Ojang saat sosialisasi meminta warga untuk menjual tanah di kawasan geotermal.
Dengan modus “Jual sedikit dapat banyak”, ia meminta warga menjual tanah peninggalan leluhur di Poco Leok dan bisa membeli berhektar-hektar tanah di tempat lain.
Dari Video itu terlihat dengan jelas, Ojang seperti orang yang berpura-pura atau sengaja lupa falsafah hidup orang Manggarai dalam melihat alam sebagai Ende dan Ema yang memberinya hidup.
Dikutip dari TribunFlores.com, saat kehadiran Bupati ada seorang Ibu yang dengan lantang berteriak, “Kami tolak geothermal, tolak, jangan merampas hak kami secara sepihak,” ungkap seorang ibu sambil membentangkan spanduk.
Ada juga Mama Elisabeth Lahus, salah seorang warga yang juga menolak kehadiran geothermal.
Dengan suara latang ia berteriak, “Tanah kami, hidup kami. Kami tidak mau milik kami dirampas dari tangan kami.”
Saat diwawancarai tim Rakata NTT, Mama Elisabeth Lahus menjelaskan alasannya penolakan geothermal.
“Dari hati saya yang paling dalam, saya tidak menginginkan adanya pemboran di seluruh wilayah Poco Leok. Saya takut sekali dengan rawa (lumpur panas) juga kejadian di Mataloko dan Lapindo. Kami yang sudah tua tidak perlu dipikirkan. Kami hanya memikirkan nasib dari anak cucu ke depan”.
Meski ditolak oleh warga setempat, Bupati Manggarai terus melanjutkan perjalanannya menuju Aula Stasi Lungar.
Di dalam aula pertemuan itu hanya dihadiri oleh perangkat desa, guru, dan rombongan Bupati yang semuanya mengenakan pakaian keki.
Sedangkan masyarakat masih terus melakukan penolakan dengan membentangkan poster dan spanduk.
Selain Mama Elisabeth, Mama Eli juga dengan tegas mengungkapkan kecemasannya di hadapan Bupati.
“Kampung kami Bapa Bupati, dikelilingi jurang dan rawan longsor. Kami sangat cemas jika pembangunan geothermal ini mengancam kampung kami.”
Selain kondisi geografis Poco Leok yang dikelilingi jurang dan rawan longsor, Mama Eli juga mencemaskan kehadiran pembangunan geothermal dapat merusak pekuburan umum di Gendang Mesir.
“Kampung Mesir kami rawan longsor, kami mencemaskan Bapa Bupati pengeboran itu. Dalam pikiran kami membuat lubang besar kami ini, dan ini mengancam kuburan umum.”
Selain Mama Eli, ada juga Mama Maria Tene.
Dikutip dari beritasatu.com, Mama Maria Tene warga Gendang Lungar menyampaikan bahwa masyarakat Poco Leok sebagian besar merupakan petani.
Ketergantungan kepada hasil pertanian untuk menjaga keberlangsungan hidup sangat tinggi, baik untuk kebutuhan sehari-hari, menyekolahkan anak, maupun untuk kebutuhan lainnya. Bukan dari geothermal.
“Kami bukan hidup dari geothermal, kami hidup dari ubi, kopi, tuak dan tanaman-tanaman kami, bukan dari geotermal. Kami benar-benar tolak dari hati nurani sendiri, biar tukar dengan apa saja kami tetap tidak mau. Tuntutan kami harus cabut SK Penetapan Lokasi, harus cabut,” katanya.
Menurutnya, kalau memang pemerintah mau memperhatikan masyarakat di Poco Leok, kenapa tidak dengan program lain yang sesuai dengan mata pencaharian mereka sebagai petani.
“Kenapa harus geotermal, kenapa tidak dengan program lain. Geotermal ini merugikan masyarakat makanya kami menolak,” imbuhnya.
Perempuan-perempuan yang melakukan perlawanan di Poco Leok adalah potret perjuangan perempuan lokal yang melakukan perlawanan atau penolakan terhadap pembangunan geothermal.
Perempuan-perempuan di Poco Leok adalah perempuan petani yang sadar akan perjuangan mereka yang menekankan pentingnya keseimbangan alam, budaya luhur yang mereka miliki, kesadaran akan adanya perampasan ruang kelola sumber daya dan juga tentang keberlanjutan generasi.
Perempuan dan eksistensinya dalam pemenuhan ketersediaan pangan menggambarkan kepada kita betapa lekatnya alam dan perempuan.
Kedekatan perempuan dengan alam bersumber pada elemen kepribadian mereka yang berorientasi pada kehidupan dan nilai-nilai yang merawat.
Betapa masyarakat Manggarai dalam budanya, yang dikenal dengan istilah Roko Molas Poco menempatkan perempuan sebagai Ibu Bumi.
Kesadaran perlawanan perempuan di Poco Leok sejatinya menjelaskan, apa yang baik untuk lingkungan adalah baik untuk perempuan dan pilihannya terlibat dalam kerja-kerja advokasi, sejatinya adalah bentuk dukungan untuk lingkungan dan kehidupan itu sendiri.
Akhirnya, sudahkah pemerintah Kabupaten Manggarai belajar menjadi orang Manggarai yang sesungguhnya?
Yang menjunjung tinggi falsafah hidup orang Manggarai dalam menjaga dan melestarikan lingkungan, sebagai peninggalan nenek moyang, Ende dan Ema yang memberinya hidup?
Untuk itu, sudah sepatutnya proyek pembangunan geothermal yang berpotensi menjadi ancaman perubahan iklim oleh pemerintah perlu dikaji dan dipertanyakan kembali.
Apa benar solusi bagi kesejahteraan masyarakat Poco Leok adalah geothermal atau justru kita sedang menggali duka untuk membangun kehancuran bagi kampung kita sendiri?
“Neka poka puar rantang mora usang, neka tapar sata rantang mata kaka puar, kudut kembus kid wae teku, mboas kid wae woang”
Selamat berefleksi sebagai orang Manggarai, pemimpin Manggarai yang seharusnya menjaga dan melindungi kampung halaman kita sendiri, Nucalale Tana Dading.***
Kedatangan masyarakat dua desa tersebut bukan merupakan kedatangan pertama ke Kementerian ATR/ BPN. Warga berharap kunjungan kali ini membuat Kementerian ATR/BPN memprioritaskan penyelesaian konflik agraria di desa mereka.
但俗話說“是藥三分毒”,另外從個人情感來說不管是ED患者自己還是其性伴侶,對長期依靠威而鋼支撐性生活肯定都是非常不滿意的,威而鋼, 因此只要了解避免了以上禁忌症,現有的臨床經驗來看,在醫生指導下長期服用威而鋼還是沒有問題的。
晚睡熬夜、睡眠過少會影響心臟健康、動脈血管健康,使心臟動泵出血液的力量變弱,血管動脈老化變窄,從而引起器質性勃起功能障礙(陽痿)。犀利士的副作用類似,所以亦會加重犀利士副作用症狀,請應謹慎使用。