PROYEK PANAS BUMI, WARISAN KIAMAT EKOLOGI PARA PENJAHAT LINGKUNGAN
Januari 14, 2025Ancaman di Balik Ritual Adat “Fanu” Sebagai Perlawanan Masyarakat Adat Atas Taman Nasional Mutis Timau
Januari 31, 2025
- Warga masyarakat menduduki lokasi HGU: 1.1. 2000-2009 sampai sekarang di lokasi Utanwair, Wairhek dan Lokong Gete. 1.2. Pada tahun 2014 warga masyarakat menduduki lokasi Pedan dan Hitohalok.
- Pada tanggal 31 Desember 2013, masa Perpanjangan HGU PT. Perkebunan Kelapa Diag (PT. Diag) berakhir dan tanahnya kembali menjadi tanah negara,
- Pada 4 Nopember 2013 PT. Krisrama sebagai pengganti PT. Diag mengajukan Pembaruan HGU seluas seluruh HGU sebelumnya.
- Pada tanggal 5 Nopember 2015 tujuh (7) orang wakil masyarakat mengajukan keberatan atas Permohonan Pembaruan HGU langsung kepada Kementerian ATR/BPN di Jakarta. Mereka bertemu Pak JamaludiN Direktur Penetapan Hak dan Penataan Tanah (PHPT). Pak Jamaludin kemudian berpesan: 4.1. Pihak ATR/BPN, setelah berkoordinasi dengan Pak Dirjen dan Pak Menteri, akan menyampaikan kepada Kakanwil BPN – NTT agar melakukan penelitian ulang dan menunda pemberian ijin Pembaruan HGU PT. Krisrama karena sudah ada warga masyarakat di dalamnya. 4.2. Meminta kepada warga masyarakat agar setelah pulang nanti melakukan dialog dengan pihak PT. Krisrama sampai ada kesepakatan tentang HGU ini.
- Pada tanggal 6 Mei 2016, wakil masyarakat diundang oleh Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera untuk berdialog dengan PT. Krisrama (Hadir Bapak Uskup) di Istana Uskup (Lepo Bispu). Pada kesempatan itu di hadapan 7 orang wakil masyarakat (Januarius Aris Goban, Ignasius Nasi, Leonardu Leo, Ludovikus Lado, Romanus Ruben, Yakobus Juang, Dominikus Doni) dan Bupati beserta jajarannya, Bapak Uskup mewakili PT. Krisrama menjelaskan, bahwa: 5.1. Kementerian ATR/BPN menanggapi pengajuan kontrak PT.Krisrama/PT Kristus Raja Maumere (Badan Usaha Milik Keuskupan Maumere) pada tanggal 4 Nopember 2013, dengan meminta agar PT. Krisrama menyelesaikan terlebih dahulu permasalahannya dengan masyarakat adat. 5.2. Bupati Sikka diminta oleh Bapak Uskup untuk memfasilitasi dialog. 5.3. Rekomendasi dari pertemuan tersebut adalah: a) Membuat kesepakakatan bersama antara PT. Krisrama, Pemerintah Daerah dan Masyarakat Adat mengenai pengaturan pemanfaatan tanah negara bekas HGU tersebut, untuk selanjutnya dikonsultasikan ke Kementerian ATR/BPN. b) Masing-masing pihak diminta mepresentasikan perencanaanya terkait tanah bekas HGU tersebut. c) BPN Sikka akan membantu membuatkan peta bagi masyarakat adat (oleh karena rencana rekonstruksi lahan bekas HGU versi masyarakat adat masih dalam bentuk sketsa). d) Membentuk Tim untuk meninjau lapangan; dan e) Dialog berikutnya akan dilakukan seminggu setelah dialog pertama ini.
- Dialog berikutnya baru terjadi pada tanggal 20 Mei 2016 di Istana Uskup (Lepo Bispu). Hadir pada kesempatan ini 4 Wakil masyarakat adat, Bupati Yoseph Ansar Rera, Ketua DPRD Rafael Raga, Anggota DPRD Yudas Goban, Tokoh Masyarakat Oscar Mandalangi Pareira dan seorang Pengacara PT. Krisrama. Pada kesempatan ini tidak sama sekali membahas agenda-agenda yang telah disepakati pada pertemuan sebelumnya tanggal 6 Mei 2016. Melainkan masyarakat diintimidasi dengan tuduhan telah melakukan penyerobotan tanah dan penyangkalan atas eksistensi masyarakat sebagai masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut. Selanjutnya 2 wakil masyarakat diajak untuk berangkat bersama rombongan Bupati, Uskup, Pimpinan DPRD dan Tokoh masyarakat ke Jakarta menemui Menteri ATR/BPN. Namun masyarakat menolak ajakan tersebut, kerena belum ada pembahasan yang matang tentang masalah dan belum ada kesepakatan yang diputuskan bersama.
- Pada tanggal 23 september 2016 NORCHOLIS (KOMISIONER) KOMNAS HAM melakukan mediasi antara para pihak yakni: Pemkab Sikka, PT. Krisrama dan Masyarakat Adat dalam rangka penyelesaian konflik HGU. Pada pertemuan ini disepakati agar Bupati Sikka mengeluarkan sebuah Surat Keputusan tentang pembentukan tim penyelesaian konflik HGU.
- Pada tanggal 11 Nopember 2016 Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera menerbitkan SK Bupati Sikka Nomor: 444/HK/2016 tentang Tim Terpadu Identifikasi dan Verifikasi terhadap Masyarakat Tana Ai yang Menduduki Tanah Nagara EX Hak Guna Usaha PT. Krisrama di Nangahale. Namun, SK Bupati ini ternyata tidak mau dijalankan oleh Pemkab Sikka hingga saat ini. Demikian ketika masyarakat menanyakan selalu mendapatkan jawaban “ Tunggu saja”.
- Pada tanggan 6 April 2020 , Bupati Sikka Robi Idong menerbitkan SK Bupati Sikka Nomor: 134/HK/2020 tentang Tim Tim Terpadu Penyelesaian Tanah Eks Hak Guna Usaha Nangahale. SK Bupati ini-pun bernasib sama tidak dilaksanakan hingga tuntas sebagaimana direncanakan sebelumnya.
- Pada tanggal 30 Nopember 2020 di Hitohalok dan 1 Oktober di Nangahale terjadi Sosialisasi SK Bupati Sikka No. 134/HK/2020 oleh Tim Terpadu yang dipimpin Plt. Sekda Sikka dan Kepala Kantor Pertanahan Sikka. Dalam sosialisasi tersebut ada dua hal penting yang disampaikan kepada masyarakat adat: 10.1. Masyarakat adat tidak akan diusir lagi dari lokasi HGU ini, tapi diposisikan sebagai pihak dalam perundingan dalam rangka penyelesaian masalah Tanah Eks HGU Nangahale. 10.2. Tentang tahapan pelaksanaan SK Bupati Sikka No: 134?HK/2020, sebagai berikut: a) Pembuatan peta eksiting di lokasi HGU. b) Presentasi hasil peta eksisting kepada masyarakat adat. c) Perundingan untuk menentukan tata letak dan luas untuk masing-masing pihak dengan menggunakan peta eksiting tersebut. d) Penetapan Bupati atas kesepakatan dan hasil perundingan para. Deklarasi hasil oleh Pemerintah Daerah. Mengatar dokumen ke Kementrian ATR/BPN untuk mendapatkan penetapan. Namun pelaksanaannya jauh panggang dari api. Dari enam tahapan ini hanya dilaksanakan sampai dengan tahapan Pembuatan Peta eksisting dan presentasi hasil pemetaan tersebut. Empat (4) tahapan sisanya tidak pernah dilakukan hingga hari ini.
- Pada pertengahan tahun 2021 pada saat proses dialog berdasarkan SK Bupati Sikka Nomor: 134/HK/2020 masih berjalan, Bupati Sikka dan Bapak Uskup Maumere sebagai Komisaris Utama PT. Krisrma datang ke Jakarta menemui pihak Kementerian ATR/BPN untuk mengajukan permohonan Pembaruan HGU seluas 380 hektar. Tindakan ini sungguh bertentangan dengan perencanaan sebelumnya berdasarkan SK Bupati Sikka tersebut.
- Pada tanggal 22 Desember 2021, tujuh (7) orang wakil masyarakat adat diundang pertemuan di ruangan Bupati Sikka untuk mendengarkan rencana Bupati dan PT. Krisrama akan menanam pilar tanda batas HGU untuk tanah seluas 380 hektar. Masyarakat berkeberatan ketika itu juga.
- Pada tanggal 18-22 Januari 2022 terjadi pemasangan Pilar/Patok batas tanah oleh PT. Krisrama dengan pengawalan pihak Kepolisian, TNI dan Pol-PP. Namun mendapatkan perlawanan serius dari masyarakat adat di lapangan dengan mencabut pilar-pilar yang sudah ditanam tersebut.
- Pada tanggal 21 Januari 2022, wakil masyarakat adat sebanyak 25 orang mendatangi rumah pribadi Bupati. Mereka menyerahkan 69 Batang pilar/patok yang dicabut dari lokasi penanaman sebagai tanda protes terhadap peristiwa penanaman pilar tersebut.
- Gagal pada pemasangan pilar tanda batas tahap pertama, PT. Krisrama dan petugas dari BPN – NTT tanpa dialog penyelesaian masalah sebelumnya, datang kembali dan menanam pilar tanda batas tersebut pada tanggal 4,5 dan 8 Nopember 2022 dengan pengawalan ketat Apparat Keamanan. Masyarakat melawan tapi tidak bisa menembus blockade pihak keamanan. Akhirnya memilih melakukan aksi pencabutan pilar secara simblik pada tanggal 14 Nopember 2022 dan mengirim surat protes kepeda Kakanwil BPN – NTT melalui Kepala Kantor Pertanahan Sikka pada tanggal 16 Nopember tahun 2022.
- Pada tanggal 20 Juni 2023 setelah rapat Panitia B di Hotel Sylvia Maumere, rombongan Panitia B yang dipimpin langsung oleh Kakanwil BPN – NTT dan Bupati Sikka turun ke lokasi HGU untuk Pemeriksaan Tanah, namun kegiatan tersebut gagal dilaksanakan, karena ratusan warga menghadang dan memukul mundur rombongan Panitia B tersebut.
- Pada tanggal 20 Juli 2023 satu bulan setelah Panitia B dihadang oleh warga masyarakat pada saat Pemeriksaan Tanah di lapangan dan gagal melakukan Pemeriksaan Tanah, SK HGU diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN – NTT dan pada tanggal 28 Agustus keluar 10 Sertifikat HGU.
- Walaupun Panitia B mendapat perlawanan warga masyarakat di lapangan dan gagal melakukan PEMERIKSAAN TANAH, namun pada tanggal 20 Juli 2023 Kepala Kantor Wilayah BPN – NTT tetap mengeluarkan SK HGU Nomor; 1/HGU/BPN.53/VII/2023. Dan, pada tanggal 28 Agustus 2023 keluar 10 Persil/ Sertifikat HGU atas nama PT. Kristus Raja Maumere yang terdiri atas Sertifikat Nomor 4 s/d 13.
- Pada tanggal 18 Desember 2023, PT. Krisrama melakukan Penebangan dan perusakan tanaman warga di lokasi HGU Pedan Desa Nangahale Kecamatan Talibura sebanyak 182 pohon. Tanaman ini telah menjadi sumber penghidupan masyarakat di situ, semuanya rusak dan tidak bisa dimanfaatkan lagi.
- Pada tanggal 19 Januari 2024 masyarakat korban melaporkan kasus penebangan pada 18 Desember 2023 tersebut ke Polres Sikka. Pada tanggal 5 Juli 2024 Pelapor mendapat surat SP2HP bahwa penyelidikan dihentikan dengan alasan bukan Tindak Pidana. Alasan ini dibuat Polres Sikka setelah mendengarkan keterangan ahli dari BPN yang patut diduga tidak netral karena, pihak BPN-lah yang memberikan SK HGU dan 10 Persil Sertifikat HGU tersebut.
- Berselang beberapa waktu setelah penghentian penyelidikan oleh Polres Sikka, Pada tanggal 29 Juli 2024, PT. Krisrama kembali melakukan perusakan dan penebangan tanaman warga di lokasi sama, sebanyak 142 pohon.
- Kronologi ini menjelaskan bahwa, sesungguhnya SK HGU No: 1/HGU/BPN.53/VII 2023 terbit melalui sebuah proses yang tidak tuntas. Fakta lapangan menunjukan bahwa, a) bidang tanahnya secara fisik mesih dikuasai warga masyarakat hingga hari ini; dan b) di atas bidaang tanah tersebut masih terdapat keberatan dan sengketa/konflik dengan warga masyarakat. Hal ini tentu bertentangan dengan Pasal 64 huruf Jo Pasal 73 huruf i dan ketentuan lainnya dalam Permen ATR/BPN No: 18 Tahun 2021,