Oleh: Gres Gracelia
“Neka poka puar rantang mora usang, neka tapar sata rantang mata kaka, kudut kembus kid wae teku, mboas kid wae woang”
Artinya:
“Janganlah merambah hutan, jangan sampai hujan mati (tidak turun). Jangan membakar padang agar binatang liar tidak mati. Supaya air minum tetap membual dari sumbernya
dan air kehidupan tetap tersedia dengan melimpah,” (Barat, 2009)
Kutipan di atas merupakan bagian dari syair yang sering dinyanyikan dalam upacara adat masyarakat Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Hal itu dijelaskan dalam buku Komunikasi Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal yang di dalamnya, juga menjelaskan secara rinci tentang kearifan lokal masyarakat Manggarai dalam melindungi lingkungan.
Penjelasan itu ditulis oleh Felisianus Efrem Jelahut, Uud Wahyudin dan Atwar Bajari
dari Universitas Padjadjaran.
Membaca buku itu, saya bisa menyimpulkan bahwa betapa kehidupan orang Manggarai sangat lekat dengan alam.
Bagi masyarakat Manggarai, hutan sama seperti Ende (Ibu) dan Ema (Bapak) dari kehidupan mereka.
Orang Manggarai juga meyakini bahwa kampung, tempat masyarakat Manggarai hidup dan beraktivitas memiliki hubungan erat dan tak terpisahkan dengan hutan sebagai ibu kehidupan.
Hal itu karena mereka meyakini bahwa hutan merupakan sumber makanan dan minuman yang tidak pernah habis.
Buku tersebut juga menjelaskan, Nenek moyang masyarakat manggarai percaya bahwa roh leluhur yang menurunkan manusis yang tinggal di kampung berasal dari Poco. Poco dalam konteks pengertian orang Manggarai merupakan hutan.
Karena itu, mereka, orang Manggarai memandang hutan dan gunung sebagai Ibu dan Bapa Kosmos, yang memberi dan menghasilkan kehidupan terutama udara dan air. Sehingga hutan dipandang sebagai Ata Rona (Pemberi Wanita) sekaligus pemberi
kehidupan. (Barat, 2009)
Dari falsafah masyarakat Manggarai tentang manusia dan lingkungan tempat tinggalnya inilah dapat ditarik sebuah makna bahwa manusia dan lingkungannya adalah sebuah ikatan yang tak dapat dipisahkan, memiliki hubungan timbal balik dan tentunya saling berinteraksi dalam menciptakan sebuah kehidupan.
Tanpa manusia, alam hanya objek yang tak terjamah. Sedangkan tanpa alam, manusia adalah subjek yang tak bekerja. (Nulla-Opus).
Untuk itulah, sebenarnya sebagai orang Manggarai yang memiliki falsafah hidup yang melekat dengan alam, seharusnya tidak menjadikan alam sebagai objek semata tetapi harus memiliki pandangan dan kesadaran bahwa dirinya merupakan bagian dari alam.
Membaca dan mencoba masuk dalam pemahaman orang Manggarai tentang hutan dan gunung sebagaimana dijelaskan buku ini, membawa saya tiba pada sebuah peristiwa perlawanan masyarakat Poco Leok, Satar Mese, Manggarai terkait rencana eksploitasi panas bumi.
Seperti yang viral di media sosial belakangan, masyarakat Poco Leok menolak rencana pemerintah menjalankan pembangunan Geotermal (pembangkit listrik tenaga panas bumi) di kampung tersebut.
Dalam peristiwa itu masyarakat Poco Leok sempat bersitegang dengan Bupati Manggarai, Herybertus Nabit saat melakukan kunjungan ke kampung tersebut.
Poco Leok sendiri merupakan salah satu perkampungan di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Poco Leok merupakan nama umum dari tiga desa: Lungar, Mocok dan Golo Muntas yang di dalamnya terdapat empat belas gendang atau kampung adat.
Dalam bahasa Manggarai, Poco berarti hutan dan Leok berarti dikelilingi.
Poco Leok memang diapiti oleh dua gunung besar yaitu Mompong di bagian barat dan Muntas bagian timur.
Jika dikonstruksikan, wilayah di Poco Leok berbentuk seperti kuali, sehingga selalu terjadi longsor jika curah hujan tinggi.
Dikutip dari Floresa.co, Proyek Geothermal yang akan dilaksanakan di Poco Leok merupakan pengembangan dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu, Satar Mese, Kabupaten Manggarai, NTT.
Alasan perluasan proyek geothermal itu menurut pemerintah, merupakan upaya untuk memenuhi target menaikkan kapasitas PLTP Ulumbu dari 7,5 MW saat ini menjadi 40 MW.
Untuk itulah, perluasan akan dilakukan ke daerah pegunungan yang berjarak 3 kilometer ke arah timur dari PT. Ulumbu.
Sejak Flores ditetapkan oleh Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) melalui Keputusan Mentri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 sebagai Pulau Panas Bumi dan pemerintah hadir menjawab tantangan krisis iklim dengan investasi Energi Baru Terbarukan (EBTB) dengan menentukan 16 titik potensi Geotermal di Pulau Flores.
Ulumbu merupakan salah satu daerah yang menjadi target pembangunan geothermal tersebut.
Dikutip dari @RakataNTT, sejak tanggal 8 Februari hingga 17 Februari 2023, rombongan PLN, Dinas PUPR Kabupaten Manggarai, Polres Manggarai dan TNI mendatangi Poco Leok untuk meninjau lokasi geothermal.
Tentu wacana perluasan pengembangan geothermal yang mengarah ke Poco Leok ini menghadirkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Perempuan Poco Leok merupakan kelompok yang juga turut bersuara lantang menolak wacana pengembangan geothermal di Poco Leok.
Hal ini terlihat saat Bupati Manggarai, Herybertus GL Nabit yang ditolak kehadirannya di Poco Leok pada Senin, 27 Februari 2023.
Penolakan terhadap kehadiran Bupati ini dilakukan oleh warga yang berasal dari Gendang Lungar, Tere, Jong, Nderu, Rebak, Racang, Mucu, Mocok, Mori, Cako yang berasal dari 2 Desa yakni Desa Lungar dan Desa Mocok.
Penolakan ini terjadi dikarenakan masyarakat Poco Leok menolak pembangunan geothermal dan meminta agar Bupati harus mencabut SK Bupati Manggarai Nomor HK/417/2022 tanggal 01 Desember 2022 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan PLTP Ulumbu 5-6 (2×20 MW) Poco Leok di Manggarai.
Kedatangan masyarakat dua desa tersebut bukan merupakan kedatangan pertama ke Kementerian ATR/ BPN. Warga berharap kunjungan kali ini membuat Kementerian ATR/BPN memprioritaskan penyelesaian konflik agraria di desa mereka.
但俗話說“是藥三分毒”,另外從個人情感來說不管是ED患者自己還是其性伴侶,對長期依靠威而鋼支撐性生活肯定都是非常不滿意的,威而鋼, 因此只要了解避免了以上禁忌症,現有的臨床經驗來看,在醫生指導下長期服用威而鋼還是沒有問題的。
晚睡熬夜、睡眠過少會影響心臟健康、動脈血管健康,使心臟動泵出血液的力量變弱,血管動脈老化變窄,從而引起器質性勃起功能障礙(陽痿)。犀利士的副作用類似,所以亦會加重犀利士副作用症狀,請應謹慎使用。