Pilkada Sumba Barat diikuti oleh 4 (Empat) pasangan calon bupati dan wakil bupati, yakni Drs. Agustinus Niga Dapawole – Gregorius HBL Pandango, S.E (paket Niga-Oris) yang diusung oleh partai Gerindra, Nasdem dan PAN, pasangan Marthen Ngailu Toni, S.P – Ir. Agustinus Bernadus Bora, M.Eng (paket Toni-Agus) diusung oleh partai PDIP dan PKB, pasangan Daniel Bili, S.H – Timotius Ragga, S.Sos (paket Animo) diusung oleh partai Golkar, Hanura dan PSI, dan paket Yohanes Dade, S.H – John Lado Bora Kabba (paket John-John) diusung oleh partai Demokrat dan Perindo. Keempat pasangan calon tersebut memperebutkan 82.649 suara wajib pilih yang tersebar di 6 (Enam) kecamatan, yaitu kecamatan Kota Waikabubak, Loli, Wanukaka, Lamboya, Lamboya Barat dan Kecamatan Tanarighu.
Sumba Barat adalah sebuah daerah tujuan investasi dengan 22 (dua puluh dua) izin Investasi Penanam Modal Asing (PMA) di bidang Pariwisata pada tahun 2017/2018. Pemerintah Daerah Sumba Barat telah dengan seluas-luasnya membuka keran investasi, baik PMA maupun Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN). Namun, hingga saat ini PMDN belum melakukan aktivitas. Sebab, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat lebih mengutamakan investor-investor asing bermodal besar yang melakukan investasi di daerah tersebut.
Pilkada adalah sebuah momen besar dalam menyampaikan potret krisis ekologis yang terjadi di setiap daerah yang melakukan perhelatan politik. Agar menjadi isu dalam perdebatan dan kampanye yang nantinya dapat menjadi tolok ukur bagi rakyat di Kabupaten Sumba Barat dalam memilih figur yang memiliki rekam jejak yang baik, visi misi yang mengakomodir problematika masyarakat dan kepedulian dalam melihat berbagai krisis ekologis yang terjadi di daerah tersebut, maka WALHI NTT menyajikan catatan kritis terkait krisis ekologis di Kabupaten Sumba Barat.
Di bawah ini, adalah potret krisis ekologis di Sumba Barat:
1. Krisis Air Bersih
Sumba Barat adalah daerah yang cukup memiliki sumber-sumber air bersih layak konsumsi. Namun, saluran-saluran atau pendistribusian air bersih untuk rakyat tidak terlaksana secara merata. Kondisi ini diperparah oleh komersialisasi air bersih oleh pihak swasta yang kerap terjadi dan tidak ada kebijakan yang membatasi hal tersebut. Berdasarkan data dalam Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi 2019-2023,hingga tahun 2020, akses air bersih masyarakat Sumba Barat baru mencapai 40%. Selain akses pendistribusian, pada tahun 2019 yang lalu, terjadi kekeringan/kemarau berkepanjangan sehingga menimbulkan kekeringan dan kekurangan air bersih di 56 desa dari 174 desa. Hal ini disampaikan oleh Ir. Yanis Lubalu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumba Barat.
2. Perubahan iklim yang berakibat pada Krisis Pangan
Dampak lain dari kekeringan adalah terjadinya gagal tanam dan gagal panen. Dari kegagalan ini (gagal panen), kemudian berakibat pada kelaparan dan kekurangan gizi. Pada tahun 2020, kekeringan terjadi karena rendahnya curah hujan akibat dari perubahan iklim sehingga mengakibatkan ribuan hektar sawah di 36 (Tiga Puluh enam) Desa mengalami kekeringan parah. Hal ini berimbas pada terjadinya gagal panen dan krisis pangan, kemudian diperparah lagi dengan adanya wabah Covid-19. Untuk mengantisipasi krisis pangan di Kabupaten Sumba Barat, Pemerintah Daerah telah menyiapkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 60 ton. Namun, persediaan beras tidak dapat memepenuhi kebutuhan rakyat yang mengalami krisis pangan di tengah wabah Covid-19.
3. Sampah
Kabupaten Sumba Barat masih memiliki tinggat produksi sampah yang sangat tinggi. Sebab, layanan penanganan sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah pusat pertokoan, di kawasan perkotaan cakupan layanan wilayah perkotaan sejumlah 26,23% pada tahun 2019 dan layanan wilayah perdesaan dari sampah yang tidak tertangani sebesar 265,61 m3/hari atau 73,35%.
Di bawah ini adalah tabel pengelolaan sampah di Sumba Barat dalam format (Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi 2019-2023)
Pengelolaan Sampah oleh Pemda Sumba Barat terbilang masih dengan cara yang konvensional. Potret buruk Sumba Barat yang mendapatkan predikat kota kecil terkotor oleh kementerian KLHK sebenarnya bisa diatasi dengan cara-cara progresif, semisal mengurangi produksi sampah dengan cara-cara sebagai berikut:
4. Wilayah Kelola Rakyat (WKR)
Alih fungsi kawasan pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Sumba Barat terjadi di 3 (Tiga) Kecamatan, Yaitu Kecamatan Wanukana, Lamboya dan Kecamatan Lamboya barat. Di Wanukaka, khususnya desa Hobawawi terdata sekitar 16.700 M2 yang dialihkan menjadi kawasan wisata oleh PT. Indonesia Adventure Sport (IAS), sedangkan di desa Patiala Bawa, Kecamatan Lamboya kurang lebih 200 HA tanah rakyat yang diklaim oleh PT. Sutera Marosi Kharisma (SMK), diantaranya sekitar 16 HA sawah produktif dan sisahnya tanah ulayat masyarakat beberapa suku di lokasi tersebut. Selain itu, terjadi juga klaim tanah-tanah ulayat dan lahan pertanian produktif seluas 2O Ha di desa Haronakala Kecamatan Lamoya barat oleh PT.Graha Sukses Pratama (GSP), dan dua kampung adat yaitu kampung Bela Ngora dan Bange Boro juga masuk dalam peta perusahan GSP.
5. Privatisasi Pesisir Selatan Sumba Barat
a. Pesisir Sumba Barat dalam lingkar kuasa investor
Saat ini beberapa pesisir pantai bagian Selatan Sumba Barat yaitu Kecamatan Wanukaka, Lamboya dan Lamboya Barat mayoritas masuk dalam peta kawasan investasi pariwisata milik privat, diantaranya:
b. Pesisir untuk ruang publik
Hingga saat ini tidak ada peraturan daerah yang mengakomodasi kesedian ruang pesisir untuk publik di masa mendatang.
6. Penegakan Hukum Lingkungan
Kabupaten Sumba Barat memiliki berbagai kasus kerusakan ekolosis yang dilakukan oleh investor/swasta. Diantara berbagai persoalan lingkungan, ada kasus-kasus yang telah dilaporkan secara litigasi dan non litigasi, kasus litigasi diantaranya adalah:
Laporan ke Pemerintah Daerah dan DPRD, sebagai berikut:
7. Perubahan Iklim yang mengakibatkan kekeringan
Pada tahun 2020, kekeringan terjadi karena rendahnya curah hujan akibat dari perubahan iklim berakibat pada ribuan hektar sawah di 36 (Tiga Puluh enam) Desa mengalami kekeringan parah, sehingga terjadi gagal panenn dan menimbulkan krisis pangan.
8. Perlindungan Masyarakat Adat
Masyarakat adat di Kabupaten Sumba Barat menghadapi tantangan besar dalam berbagai bidang, baik sosial, ekonomi, budaya, politik, terutama terkait tanah dan sumber daya alam di wilayah adat mereka. Masyarakat Adat Sumba Barat tidak mendapat perlindungan secara hukum, baik kebijakan bupati atau Peraturan Daerah yang mengakomodir kepemilikan tanah ulayat. Hingga saat ini, pemerintah tidak memiliki data yang menginventarisasi tanah-tanah ulayat, sehingga kerap terjadi jual beli secara liar, pengkaplingan secara paksa dan klaim-klaim yang tidak berdasar apapun. Kampung-kampung adat menjadi tidak memiliki nilai kultural, sebab dipandang sebagai obyek komersil yang dapat meningkat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Yang terjadi saat ini, 2 Kampung besar milik masyarakat desa Patiala Bawa, yaitu kampung Bange Boro dan Kampung Bela Ngora masuk dalam peta konsesi perusahan swasta. Pemerintah tidak menganggap hal tersebut sebagai peristiwa besar yang harus diselesaikan. Pelanggaran yang notabene dilakukan oleh pemodal/investor atas kedaulatan masyarakat adat, sejauh ini pemerintah tidak sekalipun memberikan teguran/Punishment terhadap perusahan-perusahan yang terbukti bersalah.
9. Krisis Energi
Sumba Barat masih dominan bergantung pada energi fosil, terlepas dari adanya rencana akan dibangun energi baru terbarukan PLTBm di wilayah Bondo Hula. Namun, hingga saat ini rekomendasi Bantuan Milik Negara (BMN) direktoral jenderal energi baru terbarukan dan konservasi energi belum terlaksana.
10. Kerusakan hutan
Pada tahun 2015, terjadi penurunan kawasan hutan yang cukup signifikan, yaitu seluas 13.174.34 Ha atau sebesar 0,18% dari total luas wilayah daratan sebesar 7.378.600 Ha dengan berbagai aktivitas yang mengalihfungsikan menjadi non hutan. Salah satu kawasan hutan yang mengalami penurunan sebagai penyangga ekosistem adalah hutan Lamboya yang dirusakan dan dialihkan menjadi kawasan wisata perhotelan, Hutan Waipada, Hutan Kanungga Rara dan Pogobina yang mengalami kebakaran pada tahun 2019.
Kedatangan masyarakat dua desa tersebut bukan merupakan kedatangan pertama ke Kementerian ATR/ BPN. Warga berharap kunjungan kali ini membuat Kementerian ATR/BPN memprioritaskan penyelesaian konflik agraria di desa mereka.
但俗話說“是藥三分毒”,另外從個人情感來說不管是ED患者自己還是其性伴侶,對長期依靠威而鋼支撐性生活肯定都是非常不滿意的,威而鋼, 因此只要了解避免了以上禁忌症,現有的臨床經驗來看,在醫生指導下長期服用威而鋼還是沒有問題的。
晚睡熬夜、睡眠過少會影響心臟健康、動脈血管健康,使心臟動泵出血液的力量變弱,血管動脈老化變窄,從而引起器質性勃起功能障礙(陽痿)。犀利士的副作用類似,所以亦會加重犀利士副作用症狀,請應謹慎使用。
2 Comments
Ini adalah tugas rumah yang sangat besar buat Bupati terpilih di Sumba Barat.
Masyarakat Sumba Barat sangat mengharapkan pemimpin daerah yang mampu merubah pola pikir masyarakat dalam berbanbagi bentuk untuk membangun daerah ini. Saat ini yang terjadi adalah masyarakat dijadikan sebagai bola pingpong.
Saat ini masyarakat Sumba Barat membutuhkan figur pemimpin yang punya keteladanan, masyarakat butuh pemimpin-pemimpin yang mampu hadir dengan kehidupan kemasyarakatan , dan juga sekaligus memberikan arti dari keteladanan atas kehadiran dirinya sebagai pemimpin. Ketika pemimpin sejati itu berkurang dalam keteladanan sebagai seorang pemimpin, maka saya bisa katakan bahwa Sumba Barat miskin pemimpin-pemimpin yg mempunyai kapabilitas dan integritas diri yang kokoh dan kuat, maka resiko semakin merosotnya proses pembangunan kemasyarakatan sulit untuk dihindarkan.
krisis lingkungan hidup